Ketaatan
sempurna pada Allah yang ditampakkan oleh Kristus dalam peristiwa salib
menggambarkan keseluruhan diri-Nya sebagai putera Allah. peristiwa salib
menggambarkan tentang seseorang yang secara manusiawi tidak memiliki daya
apa-apa melawan kekuasaan romawi, dalam hal ini pilatus. Yesus bagaikan seorang
hamba, seorang budak yang dengan mudah diberi sebuah hukuman salib. Gambaran
yesus yang disalib sungguh berbanding terbalik dengan konsep raja yang diamini
oleh bangsa Yahudi. Gereja Kristen perdana pun menggambarkan Yesus sebagai
sosok Messias yang menderita. Namun, dengan penderitaan itu Yesus mengangkat
manusia dari situasi tidak pantas di hadapan Allah menjadi layak, bahkan
menjadi anak-anak Allah. Gambaran akan Allah dalam diri Yesus yang mengangkat manusia
dengan jalan penderitaan seorang hamba ini, adalah jalan terbaik dalam
menjelaskan Kristologi kepada masyarakat di Sumba.
Sumba
pada masa kini memang sudah tidak terlalu menampakkan konsep raja-hamba. Namun,
sejarah dan kenyataan yang sering tersembunyi menunjukkan sebuah kenyataan
lain. Masyarakat di Sumba masih memandang orang yang memiliki keturunan raja
sebagai garis kaum berkelas, dan mereka adalah orang-orang kelas bawah yang
selalu mengalami penderitaan. Sampai saat ini masih dikenal raja-raja kecil di Sumba
dengan bentuk tampilan yang juga sudah modern: kepala desa. Selain, kepala
desa, masyarakat lainnya adalah hamba dan mereka yang mengalami penderitaan dan
penghinaan. Namun, dari orang-orang kelas bawah ini muncul beberapa tokoh yang
mau berusaha untuk mengubah garis hidupnya. Usaha mereka pun sering menemui
jalan buntu saat berhadapan dengan kekuasaan raja. Dengan membawa Kristus yang
menderita namun membawa kemenangan atas salib, masyarakat di Sumba akan lebih
tersentuh dan orang-orang sederhana ini percaya bahwa dengan menyandarkan diri
pada yesus, hidup mereka bisa diangkat. Mereka adalah anak-anak Allah bukalah
lagi hamba.