Bertolak dari kisah
yusuf, menjadi pemimpi bukanlah hal yang buruk. Yusuf kecil dengan segala
keluguannya menyampaikan isi mimpinya kepada saudara-saudaranya dan juga kepada
ayahnya. Mimpi pertamanya belumlah mengusik. Mimpi keduanya mengusik semua
orang. Bagaimana tidak, Yusuf mengatakan bahwa Ayahnya dan saudara-saudaranya
akan berlutut di hadapan kakinya. Mimpi yang aka menjadi kenyataan di kemudian
hari kan ?
Sekarang, mari kita lihat makna dan
pesan Alllah di balik kisah Yusuf. Yusuf seorang pemimpi. Mimpi bagi kebanyakan
orang tidak berguna dan bermanfaat karena kita hidup di dunia yang sangat
mengapresiasi hasil bukan rencana. Orang tidak akan peduli pada mimpi atau
rencana kita. Orang hanya akan mengatakan itu sebagai sebuah wacana, sebuah ide
yang baru masuk dalam konteks perencanaan. Tetapi kalau mau jujur, kita semua
pernah bermimpi kan? Atau ada di antara kita yan melewati malam-malamnya dengan
tidur tanpa mimpi. Mimpi dalam konteks kali ini akan kita perluas dalam konteks
cita-cita. Kita semua punya cita-cita?
Pertama-tama, tidak
semua dari kita seperti yusuf, berani menyampaikan mimpi kita kepada keluarga,
dan juga kepada teman-teman. Kita takut dianggap tukang membual.
Kedua, andai mimpi itu disampaikan, kita
takut tidak mendapat dukungan.
Ketiga, kita takut disebut sebagai hanya
omongannya yang besar, hasilnya tidak ada saat mimpi itu hanya sekadar mimpi,
tanpa hasil.
Yusuf, sudah melakukan
langkah awal. Dia punya mimpi. Mimpi itu dia sampaikan kepada orang lain.
Selebihnya apa yang mau dibuat oleh Yusuf ? tidak ada! Yusuf sunggu
mempercayakan hidupnya ke tangan Allah. Dalam hal ini, bentuk penyelengaraan
ilahi sangat berperan besar dalam perwujudan mimpi Yusuf. Kita kadang dalam
mewujudkan mimpi, lupa akan bantuan Allah. Saking sibuknya, kita kadang lupa
berdoa. Bisa-bisa juga kita lupa bagaimana caranya berdoa.
Yusuf dalam kisah
selanjutnya tidak takut menafsirkan mimpi Firaun. Lalu berani membuat
perencanaan penanggulangan kelaparan yang akan melanda. Mimpi pada titik ini
juga membutuhkan usaha dan keberanian. Keberaniaan untuk mengambil tantangan.
Keberanian untuk berbenah dan keberanian untuk menunjukkan potensi dari mimpi
yang akan kita wujudkan.
Di lain pihak, mari
kita berada di posisi saudara-saudara Yusuf yang tidak senang dengan mimpi yang
dikatakan Yusuf, lalu membencinya, dan berencana untuk melenyapkannya. Kita
juga dalam hidup sehari-hari, kadang membeneci orang lain saat baru pertama
kali bertemu. Apalagi saat kita mendengar cita-citanya yang bagi kita mustahil
untuk dicapai. Dari sini kita diajak untuk memberi apresiasi yang tinggi untuk
usaha dan mimpi setiap dari kita. Kita diajak untuk saling mendukung. Bila
perlu, kita membantu saudara kita dlm mewujudkan mimpinya.
Secara sederhana, dari
kisah Yusuf ini, kita belajar untuk berani bermimpi, menyampaikan mimpi itu,
percaya pada penyelenggaraan Allah akan usaha dan mimpi kita, dan akhirnya
mewujudkannya dalam usaha yang nyata serta berani menghadapi segala resiko dan
tantangan.