Yohanes 3: 14-21 (Minggu Prapaskah IV)
Pada suatu malam, listrik di rumah Pak
Kris mati. Dengan segera bu Kris mengambil lilin lalu ingin menyalakannya di
ruang tamu. Tiba-tiba, Nando anaknya berkata: “bu gak usah nyalain lilin, biar
dalam keadaan gelap saja”. Bu Kris bingung dengan tingkah Nando. “kok kamu
senang, dalam kegelapan Ndo?”, kata pak Kris yang mendengar percakapan Nando
dan ibunya. “pokoknya gak usah dinyalain” sela Nando. Bu Kris tetap menyalakan
lilin tanpa mempedulikan perkataan anaknya itu. Kemudian dengan cepat Nando
mematikan nyala lilin itu dan berbalik ke arah dapur. Baru beberapa langkah,
Nando teriak kesakitan karena menabrak kursi dan jatuh ke lantai. Kepalanya
berdarah dan akhirnya harus ke rumah sakit.
Injil hari ini mengisahkan tentang
kedatangan Yesus sebagai utusan Allah. Injil Yohanes memang lebih sering
menggunakan istilah ‘utusan’ untuk menegaskan kedatangan Yesus ke dunia. Namun,
lebih dari sekedar utusan, Yesus adalah Putera Allah sendiri yang datang karena
“begitu besar kasih Allah akan dunia ini”. Hanya karena kasih itulah, Allah mau
melepaskan keagungan-Nya dan turun untuk menyapa keterbatasan hidup manusia.
Manusia tersapa oleh kasih yang ditunjukkan Allah melalui Putera-Nya, yang
datang sebagai Terang yang mengahalau kegelapan. Hanya dengan datang dan
tinggal dalam terang itulah, manusia dimampukan untuk berbuat baik dan benar
dalam hidupnya. Yang tidak datang dan tinggal dalam terang itu, tidak saja
berdosa tetapi juga disebabkan oleh “perbuatan-perbuatannya yang jahat agar
tidak menjadi nampak”. Kegelapan tidak saja berpotensi untuk berdosa, tetapi
juga tempat di mana orang ‘lari’ dan menyembunyikan dosanya.
Akhirnya, pesan Injil hari ini
menjadi jelas bagi kita orang Kristen. Yesus datang untuk kita. Untuk kenyataan
keberdosaan kita. Ia datang karena cinta. Dan dari-Nya mengalir rahmat yang
berlimpah. Tetap menyalakan Terang dalam hidup kita berarti menghindarkan diri
dari bahaya yang mematikan, dan ‘rumah sakit’ menunggu saat kita memandamkan
terang itu sebagaimana yang dialami Nando dalam ilustrasi di atas. Amin (iki)