Yohanes 4: 43-54 (Hari Biasa Pekan IV Prapaskah)
Pak Kris dan bu Kris menjadi cemas dengan keadaan Nando.
Sudah dua hari badannya panas dan sering pusing. Rupanya, peristiwa jatuh saat
lampu mati dua malam yang lalu membuatnya hingga kini masih terkapar di tempat
tidur. Dalam kesedihannya, bu Kris selalu berdoa agar Nando sembuh dari sakit.
Ia hanya meminta kepada Tuhan supaya keadaan Nando tidak semakin memburuk. Bu
Kris percaya bahwa doa adalah kesempatan untuk meminta kepada Tuhan apa yang
menjadi keluh kesahnya. Hal itu selalu menjadi keyakinannya, setelah peristiwa
tiga tahun lalu pak Kris berjuang melawan maut karena kecelakaan mobil.
Injil hari ini mengisahkan tentang seorang pegawai istana
yang meminta Yesus untuk menyembuhkan anaknya yang sedang sakit. Namun, Yesus
malah mengatakan bahwa ‘itu karena tanda dan mukjizat yang membuat kamu
percaya”. Iman pegawai istana itu sebenarnya sedang dipertanyakan oleh Yesus.
Ia menjadi percaya apakah karena melihat tanda dan mukjizat ataukah karena ia
yakin Yesus adalah Anak Allah? akan tetapi jawaban yang agak sedikit memaksa:
“Tuhan datanglah sebelum anakku mati”, menjadi kunci bahwa dia memang
benar-benar menaruh harapan pada Yesus. Atas ‘kerja keras’ imannya itu ia
memperoleh apa yang diinginkan. Anaknya menjadi sembuh!
Terkadang doa hanya sebagai pelengkap dalam hidup keberimanan
kita. Kita berdoa karena sudah semestinya demikian sebagai seorang beriman.
Yesus dalam kisah ini sepertinya ingin meminta lebih dari kita dalam hal doa.
Iman kita juga akhirnya terlihat dari seberapa kuatnya kita meminta (berdoa).
Biasanya sekali berdoa, kita ingin langsung terkabulkan. Dan kalau tidak
terkabulkan kita malah putus asa dan tidak lagi mau berdoa. Pegawai istana
dalam kisah tersebut mengajarkan kepada kita bahwa untuk meminta kita butuh
kesabaran dan keberanian untuk terus mengandalkan Tuhan. Lebih dari pada itu,
kita tidak berdoa untuk apa saja yang menjadi kepentingan pribadi, tetapi juga
untuk orang lain yang membutuhkannya. Amin (iki)