Alfonsus
Maria de Liguori
Riwayat
Hidup, Tulisan dan Spiritualitas
Alfonsus lahir pada
hari Kamis, 27 September1969 di Marianella, sebuah daerah di pinggiran kota
Napoli. Alfonsus lahir sebagai anak yang sulung dari delapan bersaudara, empat
laki-laki dan empat perempuan. Dua hari setelah kelahirannya Alfonsus dipermandikan
di Gereja Santa Maria Dei Vergini Napoli dan diberi sembilan nama
pelindung: Alfonsus, Maria, Antonius, Yohanes, Fransiskus, Kosmas, Damian,
Mikael, Gaspar.
Ayah Alfonsus, Don
Joseph Felix de Liguori (Don Giuseppe), merupakan warga Napoli yang sejak
berusia 15 tahun ia masuk Angkatan Laut Spanyol. Ia pensiun dengan jabatan
Komandan Kapal angkatan Laut Kerajaan. Tugasnya selama bertahun-tahun di laut,
menyebabkan Don Giuseppe menjadi seorang yang keras, bersikap kurang toleran,
suka mengatur dan terkesan kasar. Kepribadian yang keras dan tegas ini sangat
mempengaruhi dia dalam mendidik, mengatur dan menentukan masa depan anak-anaknya.
Sedangkan ibunya, Donna
ana Katarina Cavalieri, berasal dari keluarga bangsawan. Dalam kesehariannya ia
dikenal sebagai seorang ibu yang saleh, lembut, penuh pengertian dan tekun
dalam doa. Berbeda dengan suaminya, Donna Katarina lebih banyak menghabiskan
waktunya bersama anak-anaknya di rumah. Dia adalah anak bungsu dari lima
bersaudara dan menjadi yatim sejak kecil. Selama 14 tahun ia tinggal di biara
susteran Fransiskan Napoli sebagai anak asuh. Berkat didikan dan pola hidup yang
teratur di biara membuat Anna Katarina menjadi seorang pribadi yang saleh dan
lembut yang terus ia pertahankan dalam berumah tangga dan dalam mendidik
anak-anaknya.
Dua karakter yang berbeda dari Ayah dan Ibunya, menyatu dalam kepribadian Alfonsus.
Meski demikian Alfonsus sendiri mengakui bahwa pengaruh dari ibunya lebih kuat
dan dominan melekat dalam kepribadiannya. Pengaruh dari ibunya yang paling kuat
dalam diri Alfonsus yakni penghormatan kepada Bunda Maria Selalu Menolong,
cinta kepada Tuhan, kecintaan kepada orang miskin dan dalam pola hidup doa yang
teratur.
Pendidikan Alfonsus
Pada usia 7 tahun Alfonsus mempunyai seorang guru pribadi Don Domenico Bonaccia
yang merupakan imam dari Calabria. Melalui guru pribadinya itu, Alfonsus mulai
mempelajari bahasa Latin, Perancis, Yunani, Spanyol dan Italia dan juga ilmu
sejarah, matematika dan dasar-dasar fisika cartesian. Selain itu, Alfonsus juga
masih mempunyai guru yang bernama Don Carmeniello dan melalui gurunya ini, ia
mempelajari ilmu filsafat (kosmologi), psikologi, astronomi, menggambar,
melukis dan arsitektur.
Orang tua Alfonsus terutama ibunya Donna Anna Katarina Cavalieri memberikan
perhatian khusus terhadap pendidikan keagamaan anak-anaknya. Pada usia 7 tahun
Alfonsus mendapat pendidikan agama dari Pater Thomas Pagano, seorang imam
Oratorian yang kemudian menjadi pembimbing rohaninya selama kurang lebih 30
tahun.
Universitas, Karier Hukum dan Panggilan
menjadi Imam
Don Giuseppe meletakkan seluruh mimpi dan harapannya pada putra sulungnya,
Alfonsus. Ia menghendaki agar Alfonsus menempuh suatu karier di bidang hukum.
Atas dorongan dan kehendak ayahnya, maka pada akhir Oktober 1708 saat berusia
13 tahun, Alfonsus didaftarkan sebagai mahasiswa tahun pertama pada Universitas
Napoli. Studi hukum berlangsung selama lima tahun, terdiri dari studi hukum
Romawi dan studi aneka sistem hukum lainnya. Fakultas hukum Napoli memiliki 12
mahaguru ( 7 dalam hukum sipil dan 5 dalam hukum Gereja). Dalam tulisan-tulisan
dan indoktrinasi kepada mahasiswa, para profesor meletakkan dasar kepada negara
untuk mengontrol Gereja yang menjadi ciri khas penguasa Bourbon di Napoli
sebagaimana yang terjadi pada banyak pemerintahan lain di Eropa waktu itu.
Seluruh sistem hubungan antar Gereja dan negara Napoli diistilahkan dengan regalisme[1] dan
berhubungan erat dengan nama Bernard Tanucci.
Selama tahun-tahun perkuliahannya, Alfonsus tetap menjadi anggota perserikatan
bangsawan muda Napoli. Pada bulan Januari tahun 1713, dalam usia kurang dari 16
tahun Alfonsus menyelesaikan studi hukumnya dan mendapat gelar ahli hukum.
Setelah tiga tahun lebih menjalani praktek (magang) pada beberapa lembaga bantuan
hukum, Alfonsus memulai kariernya sebagai pengecara muda pengadilan Napoli.
Setelah Alfonsus menyelesaikan studi dan sukses dalam kariernya, Alfonsus
dihadapkan pada persoalan perkawinan yang melibatkan dia dan ayahnya. Ayahnya,
berusaha untuk mengatur pasangan hidup yang cocok bagi Alfonsus dan usaha
ayahnya ini menimbulkan perselisihan yang berkepanjangan dan menimbulakan luka
yang mendalam di antara keduanya. Ayahnya, terus-menerus mengusulkan calon
pengantin baginya dari kalangan kaum kaya dan berkuasa. Usaha ayahnya ini,
membuatnya frustrasi karena ia dihadapkan pada dua persoalan yakni hasratnya
untuk menjadi imam dan keinginan ayahnya untuk menikah.
Berhadapan dengan pergolakan batin yang terus-menerus, maka selama pekan suci
tahun 1723, ia mengadakan retret bersama imam Vinsentian. Retret ini, menjadi
tahap penting baginya sebab dalam peristiwa inilah ia menemukan jawaban atas
masa depan hidupnya yakni untuk menjadi imam. Dalam suratnya kepada P. Lametre,
superior Vinsentian, Alfonsus menyatakan bahwa di biara Vinsentian Napoli ia
akhirnya memutuskan untuk “meninggalkan dunia”. Bahkan sampai kematiannya, ia
selalu menegaskan bahwa retret itu merupakan rahmat terbesar yang pernah
diterimanya dari Allah.
Keputusan yang diambilnya dalam retret itu baru terlaksan setahun kemudian,
saat Alfonsus dipermalukan di depan pengadilan Napoli karena gagal
mempertahankan argumennya dalam sebuah perkara yang mengakibatkan sejumlah
bangsawan dan tokoh terkemuka pada pihak yang salah. Di kemudian hari terbukti
bahwa persidangan tersebut telah dinodai oleh penyogokan dan intervensi
politik.
Kekalahan tersebut menjadi pukulan berat bagi Alfonsus, sehingga pada tanggal
29 Agustus 1723, di dalam Gereja Santa Maria Bunda Penebus, Alfonsus berlutut
dan meletakkan pedangya di kaki patung Bunda Maria sebagai simbol pengabdiannya
kepada Maria dan keputusannya untuk menjadi imam. Perlahan-lahan keputusan
Alfonsus untuk menjadi imam semakin jelas dan pasti. Lewat kunjungan dan
pelayanannya kepada para pasien di rumah sakit incurabilli[2], ia akhirnya
memperoleh ketegasan spritual dan menjadi insyaf akan kesia-siaan dunia yang
senatiasa terngiang-ngiang di telinganya “Apa gunanya seorang memperoleh
seluruh dunia, tetapi kehilangan nyawanya?” (Mat 16:26).
Studi Teologi
Pembinaan imamat Alfonsus sangat berbeda dengan kita sekarang ini. Pada waktu
itu, calon imam tinggal di rumah orangtuanya, memakai pakaian gerejawi, dan
ditugaskan membantu imam di salah satu gereja di Napoli. Mereka belajar teologi
secara pribadi dibimbing oleh pengajar-pengajar yang telah ditetapkan. Ketiga
pastor, P. Pagano, Don Giulio Torni dan Don Allessio Mazzochi menjadi
pendamping Alfonsus dalam studi ilmu teologi dan teologi moral.
Pada tahun 1721, ada aturan baru yang mewajibkan para calon imam untuk
mendaftarkan diri dalam salah satu dari tiga perkumpulan imam yang diakui keuskupan.
Waktu itu, Alfonsus memilih untuk masuk dalam perkumpulan imam pada Kongregasi
Misi Apostolik. Bersama Kongregasinya itu, Alfonsus mempelajari spiritualitas,
pengantar ilmu ketuhanan, teknik berkotbah, metode Misi Umat, teknik
beroraganisasi serta pendampingan dan katekese untuk anak-anak dan orang-orang
pinggiran.
Klerus Napoli dan Uskup bagi Kaum Miskin
Alfonsus ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 21 Desember 1726 di Gereja
Katedral Napoli dengan umur 30 tahun. Setelah ditahbiskan, Alfonsus tinggal di
rumahnya selama tiga tahun karena jumlah imam di Napoli terlampau banyak, namun
demikian Alfonsus tetap terlibat dalam kegiatan pelayanan Kongregasi Misi
Apostolik. Pada tahun 1729, Alfonsus menjadi pastor kaplan di Chinese
college[3].
Di tempat ini, Alfonsus melibatkan diri secara total dalam pelayanan pastoral
aktif sebagaimana imam di antara umat, berkotbah, mendengarkan pengakuan dan
terlibat dalam kegiatan misi umat bersama Misi Apostolik. Di tempat ini pula,
ia dikenal dengan Bapa Pengakuan yang ramah, penuh simpatik dan belas kasih.
Apabila ada waktu luang ia menyempatkan diri untuk melayani kaum lazzaroni[4] yang jarang
mendapat pelayanan rohani. Terdorong oleh keprihatinan terhadap situasi hidup
masyarakat miskin terutama pengalaman perjumpaannya dengan para petani miskin
dan gembala kambing di Eboli (1727) dan Scala (1730), sehingga pada tahun 1729
Alfonsus berusaha mengumpulkan suatu kelompok imam misionaris yang ingin
membaktikan dirinya bagi kaum miskin. Kelompok ini diresmikan pada tanggal 9
November 1732 dengan nama Misionaris Penyelamat Mahakudus, oleh Uskup
Castelalamare-Scala, Mgr. Falcoia.
Pada bulan Mei 1743, kelompok misionaris ini mengadakan Kapitel Jendral yang
pertama di Ciorani dan memilih Alfonsus sebagai pemimpin CSsR seumur hidup.
Kongregasi ini mendapat pengakuan Gerejani dari Paus Benediktus VI pada tanggal
25 Februari 1749 dan atas usulan Paus kongregasi ini mengubah namanya menjadi
Kongregasi Sang Penebus Mahakudus.
Tahun 1760, Alfonsus diangkat oleh Paus untuk menjadi Uskup di Santa Agata dei
Gotti, 36 km dari Napoli. Penunjukkannya sebagai seorang uskup menjadi babak
baru dalam kegiatan pastoral Alfonsus dan juga dalam kegiatan penulisannya.
Selama tinggal di rumah keuskupan, ia mengahasilkan 50 tulisan. Di sisi lain
kondisi kesehatan Alfonsus mulai memburuk, sehingga tahun 1775 ia meminta
dispenisasi dari Paus untuk istirahat. Permohonannya itu dikabulkan dan ia
kembali ke Pagani untuk istirahat di tengah para konfraternya.
Kondisi kesehatan Alfonsus semakin memburuk dari hari ke hari sehingga pada
siang hari tanggal 1 Agustus 1787, Alfonsus menghembuskan nafas terakhir saat
sedang melangsungkan doa Angelus. Alfonsus wafat dalam usia 91 tahun. Pada
tahun 1816 Alfonsus digelari Beato dan tanggal 26 Mei 1839 ia digelari Kudus.
Dalam Konsili Vatikan I (Maret 1871) ia di gelari Pujangga Gereja. 80 tahun
kemudian, Paus Pius XII mengangkatnya menjadi Pelindung para Bapa Pengakuan dan
para Teolog Moral.
Teologi Moral
Alfonsus mengawali sumbangannya dalam bidang teologi moral, melalui terbitannya
yang berjudul Adnotationes. Selama 40 tahun berikut, Alfonsus
membaktikan dirinya kepada ilmu gerejawi dengan menerbitkan sembilan edisi
tulisannya. Berikut ini yang merupakan karya-karya Alfonsus dalam teologi Moral
adalah: Visite al SS. Sacramento (Kunjungan Pribadi Kepada Sakramen
Mahakudus), II Confessre Diretto yakni buku untuk para Bapa Pengakuan di
Pedesaan.
Tahun 1756-1773, Alfonsus menerbitkan lima buah karya apologetis. Karya pertama
ialah Melawan Kesesatan Orang Beriman Modern yang disebut Materialis
dan Deis yang disusul oleh Kebenaran Iman terbukti oleh Motif
Kepercayaan. Karyanya yang lain selama menjadi uskup yakni Kejayaan
Gereja yang memuat laporan tentang Konsili Trente terutama pada
pengajaran-pengajaran Luther dan Kalvin, dan juga sejarah tentang semua ajaran
Bida’ah.
Hidup Rohani
Semua tulisan spiritual Alfonsus
sebenarnya dalam bentuk kotbah. Alfonsus memperkenalkan tema-tema secara
singkat, padat dan jelas, berangkat dari pengalamannya sendiri atau dari hidup
para kudus untuk menarik perhatian para pendengar serta yang terakhir adalah
rangkaian doa-doa. Gaya menulisnya sangat sederhana “populer”. Sehingga
orang yang buta huruf pun bisa mengerti gagasannya. Contoh:
Fransiskus dari sales mengatakan bahwa kaum klerus saja yang bisa menjadi
kudus, namun Alfonsus menjelaskannya dengan mengatakan bahwa semua orang
dipanggil untuk menjadi kudus. Allah sudah memperlengkapi semua orag dengan
sarana-sarana untuk mencapainya. Caranya adalah: Alfonsus menyediakan
meditasi-meditasi, refleksi-refleksi, petunjuk-petunjuk, nasehat-nasehat
perihal usaha pribadi dan doa-doa yang cocok. Semua yang telah di buat
oleh Alfonsus sangat istimewa karena tulisannya betumbuh dari pengalaman
hidupnya sendiri.
Karya-Karya Alfonsus
Tulisan-tulisan Alfonsus mempunyai pengaruh sangat besar dalam tradisi Gereja
katolik. Sejak tahun 1728 (dengan karya pertamanya Massime Eterne)
Alfonsus menghasilkan 111 karya yang ditujukan kepada berbagai kalangan,
terutama kepada kaum miskin dan sederhana. Lima puluh satu buku ditulisnya
sebelum menjadi uskup dan enam puluh lainnya sejak menjadi uskup hingga
kematiannya. Seluruh karya itu kini telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 70
bahasa.
Seluruh karyanya mencerminkan kesatuan erat antara teori dan praktek, antara
studi, doa dan karya misi yang dijalankan selama bertahun-tahun. Alfonsus juga
mempunyai kekhasan dalam membagikan iman dan moral dalam buku-bukunya. Ia
menuliskan apa yang dikotbahkannya dan pada bagian akhir selalu disertakan
dengan doa. Oleh karena itu setiap karya Alfonsus bukan hanya merupakan buku
bacaan, tetapi juga buku doa. Hal ini membuktikan bahwa Alfonsus sangat
memberikan tempat istimewa pada doa.
Sumber
B. Ullanov (edit), The Way of St.
Alphonsus de Liguori, Burns Oates, London 1990.
M. Vidal, CSsR, La Morale di Sant’
Alfonso. Dal Rigorismo alla Benignitä, Editones Academiae Alphonsianae,
Rome 1992.
F. M. Jones (edit), Alphonsus de
Liguori, Paulist Press, New York 1999.
F. Pfister (edit), Alfonsus de
Liguori (1696-1787): Pujangga Gereja Calon Penghuni Neraka?,
Kanisius, Yogyakarta 2002.
Fr. Yanto Lengo, C.Ss.R
Mahasiswa Tingkat IV Fakultas Teologi
Universitas Sanata Dharma
[1]
Regalisme: sistem pemerintahan yang berlaku di banyak negara Eropa
pada waktu itu, dengan pola hubungan berupa kontrol negara atas Gereja.
[2]
Sebutan untuk Rumah Sakit yang didirikan oleh Maria Longo di Napoli pada awal
abad 16 dan Rumah sakit ini merupakan Rumah Sakit terbesar di Eropa waktu itu,
karena mampu menampung 1.100 pasien.
[3]
Nama sebuah seminari dengan nama resmi “ The Holy Family of Jesus Christ”
didirikan oleh Matteo Rippa, dengan tujuan untuk pendidikan calon imam yang
akan berkarya di Cina.
[4]
Berasal dari kata Lazarus (Luk 16): orang yang temasuk dalam kelompok
ini adalah tukang kayu, tukang batu, buruh pelabuhan, para pengemis dan pelacur.
Mereka bisa ditemukan di setiap sudut kota Napoli, tetapi lebih banyak tinggal
di daerah pesisir.