Pertengahan bulan juni 2012 cintaku mulai
bersemi di persimpangan kota Yogyakarta. Aku pun tak yakin, apakah kami akan
saling mencintai antara satu dengan yang lain? Itu menjadi pertanyaan yang
terus terbersit dalam hatiku. Perjumpaan itu hanya membuatku tersenyum manis
tanpa mengungkapkan satu kata pun padanya. Jika dilihat dari usianya bisa
dikatakan sudah separuh tua. Soal kecantikan dia pasti berada di urutan
terbelakang. Akan tetapi jika kita berbicara soal kesetiaan, bagiku dialah yang
paling setia. Terkadang orang berpikir cinta itu harus ada pengungkapan
perasaan antara kedua pasangan. Namun bagiku cinta tidak semestinya seperti
itu. Setiap orang tentunya mempunyai cara yang berbeda untuk mengungkapkan
cintanya.
Tak
terasa perjalanan cinta yang kami jalani telah memasuki tahun ketiga. Ada
banyak pengalaman yang kami alami, baik yang membahagiakan maupun yang
menyedihkan. Membahagiakan ketika ia setia menemaniku ke mana saja aku pergi.
Sedangkan menyedihkan apabila dia mengalami problem dan itu harus membutuhkan
perawatan dariku. Dengan usia yang separuh tua dariku dan wajah yang mulai mengkerut, membuat banyak orang
menertawakanku, bahkan mengolok-olok, tetapi aku setia menemaninya. Kata orang,
apakah tidak ada yang lebih cantik dan baik dari itu? Bagi saya cinta tidak
semestinya memilih yang cantik atau tidak, tetapi cinta itu harus memikirkan soal
kesetiaan. Kalau memilih yang cantik tapi tidak setia sama halnya juga dengan
cinta tanpa esensi yang sebenarnya.
Pada suatu kesempatan malam minggu
saya mengajak dia untuk jalan-jalan mengelilingi kota Jogja. Suasana malam yang
ramai dengan kendaraan dan orang-orang yang berjalan kaki, membuat malam itu
seperti milik kami berdua. Malam itu kami mengukir banyak kisah di setiap lorong
nan sepi. Lorong itu, yang bagi orang lain tak berarti untuk mengisahkan cinta.
Sungguh menyedihkan ketika aku dipaksakan menatap ia menangis di lorong itu. Ia sungguh lelah dan tak mampu kembali.
Perasaan ini terus bermuara dalam kesedihan. Malam itu kian berlarut dan memaksaku
untuk membawanya pulang. Sampai saat ini aku pun terus bahagia bersamanya
sampai kapan pun. Ada yang tahu siapa cinta sejatiku??? Dia adalah sepeda ontel
tua hasil kreativitas manusia zaman orde lama yang terus eksis dan bermanfaat
di model zaman baru. Sepeda ontel adalah cinta sejatiku yang setia menemaniku
ketika hendak pergi ke kampus dan kemana pun aku membutuhkannya. Dia menjadi
sahabat sejati yang tidak pernah kenal lelah untuk menemaniku. Ia mengajarkanku
untuk tetap setia dan rendah hati dalam perjalanan hidup ini, terutama dalam
menapaki perjalanan panggilanku. Kesetiaan yang dimaksud bukan semata-mata bagi
diriku sendiri, tetapi kesetiaan yang memberi dampak bagi orang lain.
Fr. Noker Keraf C.Ss.R