Suatu
hari timbullah kepedihan di hati seorang ayah dan anaknya karena sang ibu
meninggal dunia. Sekembali di rumah setelah penguburan, mereka berdua tidak
bisa tertidur pula karena masih terbanyang wajah dan kenangan bersama sang ibu.
Lalu anak berkata, “ ayah, bisakah kamu menatapku ? mungkin tatapanmu bisa
membuatku tertidur pulas.” Lalu ia menatap anaknya dan akhirnya ia tertidur
pulas. Lalu ia pun mendapatkan ide untuk melakukan hal yang serupa. Ia membuka
pintu dan menatap ke langit dan berkata “ Ya Bapa tataplah aku saat ini, jika
Engkau sungguh menatapku, aku akan tidur pulas malam ini.” Tak lama kemudian
mengantuklah ia dan beranjak ke kamar tidur. Ia pun tertidur pulas.
Kisah
di atas menggambarkan tentang kekuatan doa. Meskipun sederhana, namun ada unsur
kepercayaan di sana. Kepercayaan yang dimaksud, pemberian diri seutuhnya ke
dalam tangan dia yang dipercayai (Tuhan). Sama halnya dengan doa Yesus dalam
bacaan injil dimana ia menyerahkan segalanya ke dalam tangan Bapa. Demikian pun
dengan kita, apakah kita sudah benar-benar menyerahkan diri kita seutuhnya
dolam doa-doa kita ? atau doa hanyalah dijadikan sebuah momen untuk meminta
sesuatu dan memaksa keinginan kita ? atau jangan-jangan doa hanyalah formalitas
semata ??